Виниловый сайдинг купить в Эстонии Без рубрики Kejaksaan Dan Pendekatan Keadilan (Restorative Justice) Sebagai Bentuk Humanis Penegakkan Hukum

Kejaksaan Dan Pendekatan Keadilan (Restorative Justice) Sebagai Bentuk Humanis Penegakkan Hukum

Dalam jalinan sosial, tidak menutup kemungkinan berjalan perbedaan pendapat terhadap satu pihak bersama pihak yang lain. Dari perbedaan itu, bisa mengundang konflik yang mengarah terhadap terjadinya tindak pidana.

Bahkan gara-gara emosi sesaat, pihak yang menjadi dirugikan dan menjadi korban sering kali menempuh jalur hukum sebagai pilihan penyelesaian perkara.

Setelah mengambil tindakan berdasarkan emosi sesaat, pihak korban maupun pelaku sering kadang berubah pikiran. Disatu segi pelaku menyesali perbuatannya dan disisi lain korban tidak ingin melanjutkan perkara gara-gara udah memaafkan pelaku.

Terkait bersama fakta berikut diatas, Jaksa alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menghimbau kepada masyarakat untuk tidak perlu khawatir, gara-gara keinginan untuk merampungkan perkara yang udah masuk langkah penuntutan, senantiasa bisa dilakukan penghentian penuntutan oleh Jaksa berdasarkan keadilan restoratif.

Apakah itu keadilan restoratif ?

Istilah keadilan restoratif pertama kali diperkenalkan oleh Albert Eglash. Menurut Eglash, keadilan restoratif merupakan prinsip restitutif bersama melibatkan korban dan pelaku dalam proses yang punyai target mengamankan reparasi bagi korban dan rehabilitasi pelaku (Ahmad Syahril Yunus dan Irsyad Dahri, Restorative justice di Indonesia, 2021 : 19).

Secara sederhana, pengertian diatas bisa dimaknai bahwa object dari keadilan restoratif adalah pemulihan dan penggantian baik material maupun non material terhadap korban akibat terjadinya tindak pidana sekaligus melakukan perbaikan diri pelaku tindak pidana.

Bahwa untuk capai object itu, pihak korban dan pelaku bisa duduk bersama dalam keadaan kekeluargaan dan musyawarah bersama hati yang bersih menentukan pilihan penyelesaian perkara menuju perdamaian, terutama sedapat kemungkinan menjauhi tuntutan dan penjatuhan pidana.

Peran Jaksa Dalam Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif

Jaksa selaku penegak hukum dibidang penuntutan punyai wewenang untuk melakukan penuntutan maupun penghentian penuntutan. Wewenang berikut hanya dimiliki Jaksa selaku penuntut umum dan tidak dimiliki oleh lembaga penegak hukum lain.

Wewenang Jaksa menghentikan penuntutan diatur dalam Pasal 140 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tertera “dalam tentang penuntut umum mengambil keputusan untuk menghentikan penuntutan gara-gara tidak terkandung cukup bukti atau peristiwa berikut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan tentang berikut dalam surat ketetapan.”

Wewenang berikut menjadi pedoman bagi Jaksa memakai hati nurani dan kebijaksanaan dalam menentukan apakah perkara yang ditangani patut atau tidak dilanjutkan terhadap langkah penuntutan.

Berdasarkan ketetapan tersebut, Jaksa sebelum mengambil tindakan penuntutan bisa mengimbuhkan peluang lebih pernah kepada korban dan pelaku untuk bermusyawarah menentukan penyelesaian perkara bersama pendekatan keadilan restoratif.

Bahwa tidak cuman Jaksa, inisiatif melakukan musyawarah juga bisa dilakukan pihak korban dan pelaku bersama mengajukan keinginan baik secara lisan maupun tertera kepada Jaksa.

Permohonan berikut perlu diajukan secara langsung tanpa melalui perantara atau pihak manapun manfaat mencegah adanya Info yang keliru dan merugikan para pihak baik korban maupun pelaku.

Bahwa berkaitan bersama pengajuan keinginan dan proses musyawarah, Jaksa yang pernah mendapat penghargaan wisudawan paling baik II Magister Hukum Universitas Airlangga ini mengutamakan tidak boleh ada intimidasi, tekanan atau paksaan terhadap korban dan keluarga korban, gara-gara korban adalah pihak yang secara langsung dirugikan atas tindak pidana yang terjadi, agar hak yang dimiliki perlu dilindungi.

Dalam musyawarah tersebut, Jaksa melakukan tindakan selaku fasilitator bersama mempertemukan pihak korban dan pelaku dalam keadaan kekeluargaan untuk bermusyawarah mencari solusi paling baik bersama perhatikan kepentingan korban, kepentingan pelaku dan kepentingan umum.

Apabila dalam musyawarah berikut tercapai kesepakatan perdamaian terhadap korban dan pelaku sekaligus adanya keinginan dari korban untuk tidak melanjutkan perkara, maka terhadap perkara berikut Jaksa selaku Penuntut Umum bisa melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Namun perlu menjadi perhatian bersama bahwa musyawarah berikut hanya dilakukan terhadap tindak pidana yang tidak punyai ancaman dan bahaya benar-benar terhadap kepentingan umum dan kepentingan korban.

Apabila akibat dari tindak pidana yang berjalan punyai tingkat ancaman dan bahaya yang benar-benar bagi kepentingan umum maupun kepentingan korban, maka terhadap tindak pidana berikut senantiasa dilakukan penuntutan.

Penuntutan senantiasa dilakukan gara-gara Jaksa selaku wakil Negara punyai kewajiban untuk merawat kepentingan yang lebih besar yaitu masyarakat, korban dan negara.

Syarat Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

Secara teknis, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diatur dalam Pedoman Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Dalam pedoman tersebut, udah diatur secara sadar beberapa syarat perkara pidana bisa dilakukan usaha penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagai berikut :

a. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana ;

b. tindak pidana hanya diancam bersama pidana denda atau diancam bersama pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) th. ; dan

c. tindak pidana dilakukan bersama nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Contoh Tindak Pidana Yang Dapat Dilakukan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

Apabila merujuk terhadap ketetapan diatas, maka beberapa contoh tindak pidana yang bisa dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap lain penganiayaan, penipuan, penggelapan, penadahan, pencurian, kekerasan dalam rumah tangga, kecelakaan selanjutnya lintas dan tindak pidana lain yang mencukupi syarat sebagaimana dalam Pedoman Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 diatas.

Manfaat Adanya Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

a. suatu penyelesaian yang efektif dan efektif berdasarkan asas keseimbangan, musyawarah, rasa keadilan dan saling memaafkan ;

b. Meletakkan kepentingan korban terhadap kedudukan slot gacor hari ini yang sentral dan utama dalam menentukan kesuksesan dari proses musyawarah perdamaian ;

c. penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif bukan untuk membetulkan kesalahan pelaku, tetapi justru membuka daerah dan peluang bagi pelaku untuk menyesali perbuatannya dan secara langsung berharap maaf kepada korban dalam keadaan yang lebih humanis ;

d. Menghilangkan stigma hukum tajam kebawah tumpul keatas gara-gara tiap-tiap orang punyai akses dan peluang yang sama untuk beroleh keadilan tanpa memandang kedudukan sosial ;

e. Menghilangkan permusuhan dan memupuk rasa kekeluargaan terhadap pelaku dan korban ;

f. mengimbuhkan pembelajaran kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana serupa.